Sebuah Jurnal

Kota Tua : Wisata, Budaya, dan Penyegaran

Sebelum memulai kelas pendidikan, saya dan teman saya menghabiskan waktu dengan berjalan- jalan di Jakarta. Agenda hari ini adalah pergi ke Kota Tua (atau disebut juga Oud Batavia). Sebelumnya, saya hanya pernah mendengar dan melihat di televisi. Akhirnya hari ini berkesempatan mengunjungi Kota Tua juga. Asyiikk ^^

Transportasi
Maka saya mulai googling seputar transportasi menuju ke Kota Tua. Banyak ya alternatif transportasi menuju Kota Tua. Bisa naik busway, angkot, taksi, dan sebagainya. Kami memilih naik busway untuk menghemat biaya. Dengan modal Rp 3.500,- sudah bisa sampai di Kota Tua. Kalau teman- teman ragu atau tidak tahu rute yang pas, bisa juga bertanya kepada petugas yang sedang berjaga. Petugasnya ramah dan teman- teman pasti dikasih tahu harus naik bus jurusan mana.

Karena kami tinggal di daerah Slipi, kami menunggu bus dari halte Slipi Kemanggisan. Waktu itu sudah siang, sekitar jam sebelasan. Beberapa saat kemudian, bus datang. Arahnya tidak langsung menuju ke Kota, jadi harus transit beberapa kali. Dari halte Slipi Kemanggisan, kami turun di halte Grogol 2. Dari halte itu, turun melewati tangga ke halte bagian bawah, halte Grogol. Naik busnya dari sana, jurusan Harmoni. Dari Harmoni, kami berganti bus lagi menuju Kota.

Selamat Datang di Kota Tua :D

Setelah turun di halte Kota, kami berjalan mengikuti papan petunjuk (sempat juga bertanya pada warga sekitaran sana). Keluar dari halte, kami disambut oleh suasana yang berbeda dari biasanya. Kesan vintagenya terasa sekali. Tua tapi asri. Sayang tidak bawa kamera, foto- fotonya hanya berbekal kamera ponsel.
Kami tidak langsung menuju ke Lapangan Fatahillah, melainkan jalan- jalan dulu hingga telihatlah Museum Bank Indonesia (Museum BI). Sebelumnya pas googling, tempat ini juga merupakan salah satu tempat yang wajib dikunjungi saat berada di Kota Tua. Jadi kami masuk ke sana. Tiket masuknya juga murah, Rp 5.000,- untuk umum dan GRATIS bagi mahasiswa dengan menunjukkan kartu mahasiswa.
Jam Operasional Museum.

Tas dan segala bawaan dititipkan. Jadi masuknya hanya pegang hape. Kesan pertama saya: museum ini bersih dan adem. Jadi tidak usah takut kepanasan. Begitu masuk, di sisi sebelah kiri terdapat jejeran kasir model jadoel. Lah, jadi ini saja isi museum? Enggak dong, masih ada pintu masuk menuju museum lagi.

Counter zaman dulu

Anggapan bahwa museum adalah tempat yang membosankan langsung menguap begitu masuk ke dalam. Kami dibuat kagum. Museum ini keren dan banyak sekali yang bisa dilihat di sini (seputaran uang ya tapi), dimulai dari sejarah uang Indonesia dari masa penjajahan, rempah- rempah sebagai komoditi utama, kejadian- kejadian yang berhubungan dengan perekonomian Indonesia, semua bisa teman- teman lihat di sini. Ada ruangan khusus yang menyimpan koleksi uang kuno (dari yang berbahasa Belanda hingga berbahasa Indonesia) dan koleksi mata uang asing.

Puas berkeliling dan melihat- lihat, kami memutuskan untuk keluar. Ternyata tidak hanya ada diorama dan koleksi uang, masih ada ruangan lainnya, seperti ruang rapat yang digunakan pada saat itu. Ruangannya besar- besar dan kita juga bisa melihat jenis- jenis mesin tik dan telepon yang digunakan. Ada juga ruangan yang digunakan untuk menyimpan batangan- batangan emas.

Sebelum keluar dari museum, ada juga toko suvenir dan cendera mata. Sebenarnya waktu itu mau beli kartu pos, tapi Mbaknya sedang keluar, dan kami mau lanjut lagi ke tempat lain, saya tidak jadi beli. Mungkin nanti ya kalau balik ke MBI. He he..

deretan khusus penjual makanan
Selanjutnya, kami berjalan menuju Lapangan Fatahillah.   Siang itu cukup ramai meski bukan akhir pekan atau pun hari libur. Kebanyakan pengunjung adalah rombongan turis. Sebelum melanjutkan acara cuci mata, kami makan dulu di lorong yang berisi deretan penjual makanan. Tinggal pilih mau makan apa. Menu hari ini jatuh pada Soto Lamongan.

Tujuan selanjutnya adalah Museum Sejarah Jakarta. Harga tiket masuknya juga cukup terjangkau, kalau tidak salah Rp 3.000,- Sebelum masuk, pengunjung diberikan tas yang berisi sandal untuk ditukar. Jadi selama berada di dalam museum, pengunjung harus memakai sandal yang sudah disediakan.
Foto dari jendela museum. Di lapangan sedang dipasang peralatan untuk manggung karena akan diadakan acara di sini beberapa hari kemudiannya.
Salah satu ruangan yang ada di dalam museum. Sangat klasik :)
Di bagian dalam museum ini kita dapat melihat ruangan pemerintahan, perabotan dan peralatan makan yang digunakan pada zaman penjajahan. Di setiap benda tertera keterangannya, baik dalam Bahasa Indonesia maupun dalam Bahasa Inggris. Sedangkan di bagian luar museum ini terdapat jalan menuju penjara wanita.


Acara jalan- jalan ke museum berakhir di Museum Sejarah Jakarta. Belum sempat mampir ke Museum Wayang. Mungkin di kesempatan selanjutnya ya. Waktu sudah menunjukkan hampir jam tiga sore waktu itu. Kami berbelanja sedikit makanan untuk stok makan malam nanti kemudian duduk- duduk sebentar menikmati suasana para pengunjung yang lalu lalang dan para pekerja seni bekerja lalu berjalan ke halte dan pulang.





Jalan- jalan ke Kota Tua, apalagi museumnya, membuat kita seolah diajak flashback  ke masa- masa perjuangan Indonesia, ke masa- masa yang jauh dari kata teknologi. Asyik dan seru pokoknya. Kepingin balik lagi ke sini :DD

Update :
'Mencicipi' Sisa- Sisa Kolonialisme di Cafe Batavia
Be First to Post Comment !
Post a Comment